Blogs Detail

...
Benarkah Tarif Impor yang Dikenakan ke RI Jadi 47 Persen?

2025-05-07 03:36:50


Presiden Prabowo Subianto belum lama ini mengirimkan sejumlah anggota Kabinet Merah Putih untuk negosiasi tarif dagang yang dikenakan AS ke Indonesia sebesar 32 persen.Selama 90 hari penundaan pengenaan tarif dagang yang diberlakukan Trump dengan tenggat waktu sampai 9 Juni 2025, Pemerintah Indonesia memanfaatkan masa itu untuk bernegosiasi. Tim negosiasi menteri itu mulai terbang ke Washington DC sejak 14 April lalu dan kini sudah kembali ke Tanah Air.Mereka yang dikirim Prabowo antara lain Menteri Luar Negeri Sugiono, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.Dalam tim negosiasi Indonesia dengan Amerika Serikat, ada pula Wakil Ketua DEN Mari Elka Pangestu, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono, serta Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha Nasir.Para delegasi bernegosiasi dengan pihak US Trade Representative (USTR), Secretary of Treasury, dan Secretary of Commerce di Washington DC. Isi negosiasi yakni seputar non-paper proposal terkait dengan tarif, Non-Tariff Measures (NTMs), kerja sama perdagangan dan investasi, hingga terkait sektor keuangan.Airlangga menyatakan Indonesia memiliki daya saing perdagangan yang baik. Hal itu terbukti dari neraca perdagangan yang disebutnya positif dengan AS, India, dan negara lainnya."Yang penting Indonesia mendapatkan tarif lebih rendah, terkait tarif yang diberlakukan untuk Indonesia seimbang dengan negara lain," ujar Airlangga, dikutip dari siaran Kompas TV, Minggu (14/5/2025)."Indonesia adalah salah satu negara yang mendapat kesempatan pertama untuk diundang ke Washington," kata dia lagi.Hasil negosiasi Indonesia dengan ASSaat pertemuan dengan pihak AS, Airlangga mengungkapkan, perwakilan AS dan Indonesia saling mengungkapkan permintaan berkaitan dengan kebijakan tarif dalam proses negosiasi perdagangan tersebut. Menurutnya, salah satu fokus utama AS dari negosiasi itu terkait pemberlakuan tarif perdagangan yang lebih seimbang.Ia menambahkan, dalam negosiasi Indonesia dengan Amerika Serikat, pihaknya juga menyuarakan pemberlakuan tarif perdagangan yang seimbang. Pemerintah pun berharap 20 produk unggulan ekspor ke pasar AS dapat dikenakan tarif yang kompetitif, bahkan tidak lebih tinggi dibandingkan negara-negara pesaing.Dia menjelaskan, tarif impor untuk produk Indonesia ke AS seperti garmen, alas kaki, furniture, dan udang justru lebih tinggi daripada negara pesaing dari ASEAN atau negara Asia lainnya. Pemerintah AS memberlakukan tarif Trump 37 persen ke Indonesia.Namun, ada tarif tambahan 10 persen yang berlaku untuk produk-produk tertentu sehingga menjadi 47 persen.“Ini juga menjadi concern untuk Indonesia karena dengan tambahan 10 persen ini ekspor kita biayanya lebih tinggi, karena tambahan biaya itu diminta oleh para pembeli agar di-sharing dengan Indonesia, bukan pembelinya saja yang membayar pajak tersebut,” ujar Airlangga."Dengan diberlakukannya 10 persen tambahan, maka tarifnya itu menjadi 10 persen ditambah 10 persen ataupun 37 persen ditambah 10 persen,” kata dia lagi.Pemerintah berupaya menekan tarif perdagangan agar ekspor tetap bersaing. Delegasi Indonesia yang dikirim ke AS untuk bernegosiasi menawarkan kerja sama strategis, termasuk impor gas petroleum cair (LPG), minyak mentah, dan bensin dari AS."Hasil-hasil pertemuan tersebut akan dilanjut dengan berbagai pertemuan, bisa 1, 2, atau 3 putaran. Kami berharap dalam 60 hari kerangka tersebut bisa ditindaklanjuti dalam bentuk format perjanjian yang akan disetujui antara Indonesia dan Amerika Serikat,” jelas Airlangga.Ancaman PHK MassalMenanggapi hasil negosiasi Indonesia dengan AS yang dibawa para delegasi, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyebutkan sekitar 1,2 juta tenaga kerja di Indonesia berisiko terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat tarif baru dari AS.Mengutip data Dana Moneter Internasional (IMF), Nailul menjelaskan kenaikan 1 persen tarif impor bisa menurunkan ekspor hingga 0,8 persen. Berdasarkan perhitungannya, penurunan ekspor Indonesia ke AS bisa mencapai 20–24 persen per produk.“Kita hitung hasilnya itu 1,2 juta dan untuk produksi TPT (tekstil dan produk tekstil) sendiri itu sekitar 191.000 tenaga kerja yang berpotensi terkena PHK,” ujar Nailul dalam diskusi Forwin di Jakarta, beberapa waktu lalu.Setiap kenaikan tarif akan membuat harga barang asal Indonesia jadi lebih mahal. Indonesia juga belum bisa langsung mengalihkan pasar dari AS ke negara lain.“Pasar internasional turun, otomatis produksi turun, otomatis akan memengaruhi tenaga kerja yang digunakan. Ini yang kita lihat efeknya sampai ke sana,” kata Nailul.Selain TPT, potensi PHK juga mengancam sektor lain, termasuk sektor informal seperti petani yang memasok industri makanan dan minuman, serta industri kimia dasar.“Salah satu barang yang dibutuhkan oleh beberapa produk AS di sana, termasuk juga untuk minyak hewani dan minyak nabati, itu yang dari palm oil. Itu kita hitung ternyata untuk yang di sisi palm oil, CPO, itu akan kehilangan sekitar 28.000 tenaga kerja,” ucapnya.Sementara Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pemerintah menyiapkan sejumlah insentif untuk mempercepat pertumbuhan industri TPT.Insentif meliputi pembiayaan, pelatihan sumber daya manusia, dan penguatan pengawasan impor serta pengendalian produk asing.“Pasar domestik Indonesia sangat besar, dengan populasi mendekati 300 juta jiwa dan kebutuhan sandang yang tinggi. Oleh karena itu, melindungi industri TPT lokal berarti melindungi jutaan pekerja di dalamnya. Pemerintah juga telah menyediakan program insentif bagi industri TPT karena industri TPT adalah industri padat karya,” ujar Agus di Jakarta, dikutip dari Antara.Klarifikasi KemendagSebelumnya Kementerian Perdagangan (Kemendag) menjelaskan bahwa potensi tarif tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia ke Amerika Serikat sebenarnya bukan 47 persen.Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan, tarif 47 persen tidak berlaku terhadap seluruh komoditas yang akan diekspor ke AS. Saat ini, tarif yang berlaku bagi Indonesia masih tarif dasar baru yang sebesar 10 persen.“Saya luruskan, tidak semuanya kena (tarif) 47 persen, karena tarif di Amerika kan beragam, dari 0 sampai sekian persen," kata Djatmiko dalam media briefing di Kantor Kemendag.Untuk tarif produk tekstil dan pakaian, selama ini dikenakan tarif ekspor sebesar 5 hingga 20 persen. Dengan tarif dasar baru sebesar 10 persen, tarif tekstil Indonesia ke AS naik menjadi 15 hingga 30 persen.Kemudian, untuk komoditas alas kaki, selama ini dikenakan tarif 8 hingga 20 persen. Dengan tarif dasar baru, tarif tersebut naik menjadi 18 hingga 30 persen."Ini (kenaikan tarif) akan berbeda-beda tergantung dari HS Code masing-masing," tutur Djatmiko.https://money.kompas.com/read/2025/05/04/105117626/benarkah-tarif-impor-yang-dikenakan-ke-ri-jadi-47-persen?page=all#page2

2

Kantor

7

Gudang

250+

Karyawan

19+ Tahun

Pengalaman

© 2024 Netsprogram. All rights reserved.